Upaya Mitigasi Bencana: Libatkan Lansia, Tingkatkan Kesiapsiagaan
Upaya Mitigasi Bencana yang efektif harus bersifat inklusif, tidak terkecuali melibatkan kelompok lansia. Seringkali, lansia menjadi kelompok yang paling rentan saat bencana terjadi karena keterbatasan fisik dan informasi. Oleh karena itu, penting untuk merancang strategi mitigasi yang mengakomodasi kebutuhan mereka dan memanfaatkan potensi mereka sebagai sumber daya.
Melibatkan lansia dalam Upaya Mitigasi Bencana dimulai dengan edukasi yang mudah diakses dan dipahami. Informasi tentang rute evakuasi, nomor darurat, dan langkah-langkah keselamatan harus disampaikan melalui format yang sesuai, seperti brosur cetak besar, pertemuan tatap muka, atau video yang jelas. Komunikasi yang efektif sangatlah krusial dalam situasi ini.
Selain itu, penting untuk memastikan lansia memiliki akses ke sistem peringatan dini yang relevan. Pemberitahuan melalui SMS, pengumuman di masjid/gereja, atau kunjungan langsung dari petugas lokal bisa menjadi cara efektif. Memastikan mereka menerima informasi tepat waktu adalah kunci untuk meningkatkan kesiapsiagaan diri mereka menghadapi potensi bahaya.
Upaya Mitigasi Bencana juga mencakup perencanaan evakuasi yang spesifik untuk lansia. Ini berarti mempertimbangkan mobilitas mereka, ketersediaan alat bantu (kursi roda, tongkat), dan kebutuhan medis khusus. Relawan harus dilatih untuk membantu lansia secara aman dan manusiawi selama proses evakuasi yang seringkali menantang dan membutuhkan kesabaran.
Melibatkan lansia tidak hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek mitigasi. Banyak lansia memiliki pengalaman hidup yang kaya dan pengetahuan lokal tentang pola bencana di wilayah mereka. Memanfaatkan kearifan lokal ini dapat memberikan wawasan berharga dalam menyusun strategi Upaya Mitigasi Bencana yang lebih kontekstual dan efektif di komunitas mereka.
Membangun jejaring sosial dan dukungan antar tetangga juga merupakan bagian penting dari Upaya Mitigasi Bencana yang inklusif. Lansia yang memiliki dukungan dari tetangga dan komunitas akan lebih siap menghadapi situasi darurat. Program “tetangga siaga” dapat dibentuk untuk memastikan lansia tidak tertinggal atau terlupakan saat bencana melanda.
Fasilitas publik seperti posko pengungsian juga harus ramah lansia. Ini berarti menyediakan aksesibilitas yang baik, toilet yang memadai, tempat tidur yang nyaman, dan layanan kesehatan dasar. Lingkungan yang mendukung akan membuat lansia merasa lebih aman dan nyaman selama periode pengungsian yang penuh tekanan.
